|
3 Alasan Kamu Harus Keluar dari Convert Zone |
Assalamualaikum sahabat lithaetr, mari masuki dunia parenting, inspirasi, dan hiburan (musik, film, buku, dan drama Korea).
Bagaimana puasanya di hari keempat ini? Semoga kita mendapatkan keberkahan dan kenikmatan berpuasa di tahun ini, aamiin. Setelah sebelumnya menulis tentang
5 alasan saya memutuskan menjadi trainer, hari ini saya mau membahas mengapa kita perlu keluar dari
convert zone. Apa sih,
convert zone itu?
Convert zone itu zona kenyamanan, yaitu sebuah keadaan yang terbentuk karena adanya rasa puas dan nyaman dari seseorang terhadap pencapaian hidupnya. Convert zone ini bisa tercipta kapan saja dan di mana saja, baik dalam hal pekerjaan, hubungan sosial, bidang keilmuan, dan lain-lain. Lo, emang kita enggak boleh berada di zona kenyamanan?
Terkait hal tersebut, ada seorang senior, panutan, dan rekan diskusi saya yang berkata, "Kelamaan di zona nyaman tuh, enggak sehat."
Kata-kata tersebut, cukup membuat saya berpikir banyak hal. Apakah saya sudah terlalu lama berada di zona nyaman? Sehingga saya tidak perlu belajar lebih dan berkembang lagi? Akhirnya saya memutuskan untuk mencoba tantangan baru. Mau tahu apa itu? Nanti ya, hehehe. Sekarang, saya akan mencoba membahas alasan kita perlu keluar dari convert zone. Semoga masih berkenan menyimak tulisan ini.
Pertama, kewajiban menuntut ilmu sepanjang hayat.
Pasti sahabat sudah pernah mendengar istilah 'Tuntutlah ilmu sepanjang hayat'. Istilah inilah yang menjadi dasar pertama, mengapa kita perlu untuk keluar dari zona kenyamanan. Sebab, apa yang terjadi di dunia ini setiap harinya berubah, jika kita terlalu nyaman terhadap sesuatu dan tidak mau mempelajari ilmu baru, bisa jadi tanpa kita sadari, kita sudah kalah.
Saya suka dengan kata-kata dari gambar berikut ini,
|
Gambar dari channel telegram arafat |
Bagi saya kata-kata di atas, sebuah peringatan. Nyelekit, tapi juga lecutan membangun. Kata-kata di atas bagi saya bermakna, 'Hanya orang bodohlah, yang tidak mau belajar lagi. Padahal masih banyak ilmu yang bisa ia pelajari. Hanya orang bodohlah, yang sudah merasa pintar, jadi dia sombong dan enggan bertanya. Padahal masih banyak orang-orang yang lebih pintar darinya.'
Jadi, saya enggak mau jadi orang bodoh yang enggan bertanya dan belajar. Rasa puas berlebihan bisa menjerumuskan kita ke rasa sombong, padahal kita tidak berhak untuk sombong, sebab segala sesuatu di dunia ini hanyalah milik Allah Swt.
|
Gambar dari channel telegram Ahlussunnah poso |
Kedua, belajar adalah petualangan seru baru dalam setiap perjalanannya.
|
Gambar dari channel telegram arafat |
Setelah mengetahui kalau menuntut ilmu itu wajib, ada baiknya kita perlu juga merubah sudut pandang (mindset) terhadap belajar. Bagi kebanyakan orang, belajar itu adalah suatu yang harus formal seperti sekolah atau tempat les atau seminar resmi dengan trainer orang terpandang nan terkenal, tapi kita suka lupa kalau sejatinya belajar itu adalah 'iqra' atau membaca.
Mambaca adalah wahyu yang pertama turun dari Allah kepada Rasulullah. Rasulullah yang saat itu tidak bisa membaca disuruh Allah untuk membaca. Dari membacalah maka akan kita temui hal-hal seru lainnya,
|
Gambar dari channel telegram arafat |
Kata-kata di atas semakin memperkuat niat saya, kalau kita tidak boleh berada di zona kenyamanan. Membaca ini bermakna luas, dalam kehidupan ini kita juga perlu membaca situasi, kondisi, dan juga peluang. Maka kita juga perlu belajar dengan orang lain, oleh karena itu kita perlu adab dalam menuntut ilmu.
|
Gambar dari channel telegram Ahlussunah poso |
Ketiga, break your limits.
|
Gambar dari channel telegram arafat |
Sahabat juga pasti tahu dong, dengan istilah 'Setiap manusia yang lahir ke dunia, punya keunikan sendiri-sendiri'. Nah, tahu dari mana kita itu unik, kalau kita tidak pernah keluar dari zona nyaman. Kita-lah yang membatasi diri untuk bisa mengembangkan keunikan kita. Kita terbiasa dengan istilah 'Kalau kepepet akhirnya bisa juga'. Masa iya, mau kepepet terus, baru belajar?
Padahal, kita tidak pernah tahu kapan maut akan menjemput. Yakin, kita tidak akan pernah menyesal belum belajar banyak hal? Allah Swt. sudah mengingatkan kita, kalau kita sendirilah yang paling mengenal diri ini, dalam surah Al-Qiyamah ayat 14 berikut ini,
|
Gambar dari channel telegram Ahlussunah poso |
Jadi, yakin enggak mau break your limit? Tapi tetap perlu menggunakan adab dalam menuntut ilmu ya, sahabat.
|
Gambar dari channel telegram Ahlusunnah poso |
Itulah 3 alasan menurut saya, mengapa kita perlu keluar dari convert zone. Apakah sahabat masih berada di zona nyaman atau sudah berani keluar, nih? Yuk, kita berdiskusi. Terima kasih bagi sahabat yang sudah membaca tulisan sederhana ini sampai akhir.
Kalau mau maju, memang kita harus berani untuk keluar dari zona nyaman. Namun, gak mudah dan gak semua orang mampu berada di zona gak nyaman ini. Ada yang berani, tapi baru kepentok dikit langsung deh mengibarkan bendera putih. Sayang banget, padahal sebagian besar orang-orang sukses adalah mereka yang berani keluar dari comfort zone.
ReplyDeleteBenar banget Bun, setuju. Enggak semua orang berani mengambil resiko dan keluar dari zona nyaman. Sebab memulai sesuatu yang bukan hal biasa dilakukan pasti tidak mudah.
DeleteWaduh aku berasa kesentil nih Mbak Litha, apalagi kemarin sempet nyobain tes kepribadian di internet, dan ternyata hasilnya aku ISFJ dan salahsatu poinnya katanya aku termasuk tipe yang cenderung nggak mau keluar dari zona nyaman hehe, emang bener sih aku mengakui itu. Betul kata Mbak Litah, tiap orang itu unik, kita nggak tau keunikan kita sampai kita mencoba keluar dari zona nyaman. Makasih sudah diingatkan :)
ReplyDeleteMasyaAllah, saya jadi penasaran sama tes psikologinya ☺. Sejatinya tulisan ini buat reminder atau lecutan saya pribadi mba 🙏🏻
DeleteBetul Mba. Suka gemes sama orang yang bisa santai dengan zona nyaman dia sekarang ini. Padahal banyak yang bisa dia lakukan. Giliran terjadi apa-apa. Bingung deh mau ngapain? Karena enggak punya persiapan.
ReplyDeleteIya mba, saya juga takut hal itu terjadi pada saya, jadilah saya perlu untuk belajar lagi. Saya enggak mau karena faktor kepepet jadilah baru berpikir, saya butuh persiapan dan perencanaan yang panjang.
DeleteHarus keluar dari zona nyaman biar bisa tangguh menghadapi kehidupan sesungguhnya
ReplyDeleteAih, saya suka dengan kata-kata ini 😍
DeleteKyaknya saya juga masih berada di zona nyaman, terkadang ingin q dobrak pintu itu agar bisa bebas berkelana memilih yg sesuai, tapi apa daya belum punya keberanian lebih, alon-alon semoga suatu saat nanti hehe
ReplyDeleteSelama zona nyaman itu masih bisa membuat mas produktif, enggak masalah kok mas. Tapi sekali-sekali perlu juga lo, tantangan baru 🙂
DeleteBetul nih, kita harus bisa belajar hal-hal baru. Jangan tunggu kepepet baru bergerak. Keluar dari zona nyaman menurutku perlu persiapan yg matang. Contohnya yg sudah terbiasa bekerja jadi karyawan tiba-tiba kena PHK, dia harus sudah menyiapkan untuk mandiri jauh sebelum dia berhenti. Jadi setelah di PHK, dia nggak bingung cara cari penghasilan lagi.
ReplyDeleteBetul mba, saya setuju. Saya juga termasuk yang butuh rencana biar ada pegangan kalau mau bergerak, walaupun bisa saja berubah ketika berjalan tapi kita punya patokan saat berbelok terlalu jauh.
DeleteKadang keluar dari zona nyaman takut banget, karena belum ada pandangan harus seperti apa dan bagaimana.
ReplyDeleteItulah serunya mba. Bisa jadi memang kita perlu berjuang lagi di awal, tapi akan tetap menyenangkan karena dapat ilmu baru.
DeleteMaaf mbak, zona nyaman ini apakah maksudnya comfort zone ya?
ReplyDeleteMenurut aku penting banget sih berani keluar dari zona nyaman, untuk maju memang harus menantang diri sendiri. Kalo nyaman terus ya gak akan berkembang. Cayyo!!
MasyaAllah, salah eja ya, saya? Wah, memang harus belajar lagi, nih. Iya, maksudnya comfort zone. Semoga kita selalu diberikan kesempatan dan kemudahan untuk terus berkembang ya, mba, aamiin 😊
Deleteperlu keberanian di awal untuk keluar dari zona nyaman itu ya
ReplyDeleteSangat mba. Saya pun selalu mengumpulkan keberanian setiap mau melakukan hal baru 😊
DeleteTerlalu kerasan di zona nyaman bisa bikin hidup berantakan. Karena, jika suatu saat kita tersandung langsung deh bingung mau ngapain
ReplyDeleteSetidaknya kita juga butuh challenge agar bisa mengembangkan kemampuan yang ada, biar bisa melengkapi skill yang sudah dimiliki 😊
Deletesemenjak tahun lalu aku udah berani mengambil keputusan buat keluar dr zona nyaman, karena pertimbangan ketiga poin di atas. hhh
ReplyDeletesemoga keputusanku ini nggak keliru
Aamiin Insyaallah, kalau niatnya tulus karena Allah dan ingin berubah menjadi lebih baik, walaupun ada badai menghadang, kita tak akan runtuh kakak
DeleteSemoga setiap orang berani keluar dari convert zone. Supaya bisa mandiri dan tidak bergantung dengan orang tua... Para orang tua sebaiknya juga jangan melindungi sang anak, dan melatihnya untuk hidup mandiri...
ReplyDeleteSetuju banget mba. Biarkan anak mencoba, sehingga bisa mendapat pengalaman. Justru, bagi anak suatu pembelajaran berharga, sekaligus bekal skill baginya kelak
DeleteBener banget. Kelamaan di convert zone, bikin terlena dan tak tahan banting. Karena ketika keadaan tiba-tiba berbalik, kita sulit menyesuaikan diri. Memang lebih baik 'menantang diri sendiri' dengan keluar dari zona aman, demi upgrade diri ke yang lebih tangguh.
ReplyDeleteBetul kakak. Kita butuh persiapan dan kemampuan lain untuk bisa terus meningkatkan kualitas diri ini.
DeleteSaya tipe orang yg penasaran dan suka mempelajari hal-hal baru
ReplyDeleteMemang benar, belajar itu sebuah petualangan yg seru banget
Mantap mba. Semakin kita belajar, ternyata ilmu kita enggak seberapa, masih banyak hal lagi yang harus dipelajari.
Deletemungkin maksudnya comfort zone ya mba hehe. comfort artinya nyaman, convert artinya berubah. tapi spellingnya mirip jadi mungkin kebalik ya :)
ReplyDeleteIya kakak betul, comfort zone. Terima kasih atas koreksinya.
Deletesaya sudah keluar dari convert zone. tapi sekarang masih merangkak mencari sesuatu yang pas, mbak.
ReplyDeleteTapi banyak orang bilang kenapa harus keluar dari sesuatu yang sudah nyaman dan menjamin, bukankah itu yang dicari? bodo aja klo keluar dari convert zone habis itu menderita, apa nggak nyesel.Gitu dulu temen-temen saya berkomentar.
Sama mba, beberapa teman saya juga ada yang berpendapat seperti itu. Tapi saya berusaha kasih pembuktian, mba. Walaupun saya terlihat menderita di awal, tapi jika saya terus menerus melakukannya, lama-lama juga jadi comfort zone baru bagi kita.
DeleteWah kalau ngomongin zona nyaman, saya pernah terjebak bertahun-tahun. Jangan kelamaan karena akan semakin susah keluar. Banyak yang takut atau tidak berani hadapi resiko diluar zona nyaman, padahal dengan tidak kemana-mana (terus di zona nyaman) juga ada resikonya. Maksud mba mungkin comfort zone? Ini topik yang bagus mba
ReplyDeleteIya mba, comfort zone. Terima kasih untuk koreksi dan atensinya. Betul mba, berada di zona nyaman pun punya resiko juga.
DeleteZona nyaman, sepertinya sy belum berada di zona ini Mbak. Masih ada yg perlu dicapai, he. Pingin nyoba juga sih berada di zona ini, kek gimana rasanya. Makasih sharenya Mbak,suatu saat meski Aku teringat dg tulisan ini.
ReplyDeleteAlhamdulillah, semoga kita terus diberikan kemudahan agar bisa bergerak dan bertumbuh ya, mba. Betul sekali, sejatinya tulisan ini pun untuk reminder saya pribadi.
Delete