Assalamu'alaikum Sahabat Lithaetr,
Maaf nih baru menulis dan menyapa sahabat lagi, karena beberapa hari kemarin kondisi kesehatan sedang menurun. Alhamdulillah hari ini sudah agak lebih baik. Kali ini, saya ingin berbagi saja tentang Kulwap (Kuliah di Whatsapp)
Membangun Cerdas Emosi Pada Anak dengan Bahagia yang diadakan Deary Castle bersama
Pakar Parenting Ibu Luluk Mariyam F pada Kamis, 28 Februari 2019. Di Kulwap tersebut saya mendapatkan pesan-pesan penting yang cukup membuat saya berpikir, mengevaluasi, dan belajar kembali tentang mendidik anak-anak. Inilah statement dari Ibu Luluk yang langsung menampar saya,
"Teman- teman sekalian... Kita membangun anak kita saat ini dengan cara
apa? Tidak lain adalah referensi yang terbangun di otak kita saat masa kecil
kita dulu dibangun dengan cara apa. Oleh karenanya perlu kita sadari bersama
cara yang kita bangun di anak kita saat ini hingga baliqnya adalah sedang
membangun referensi di otaknya mereka kelak akan membangun anaknya dengan cara
yang dia terima saat ini dari kita. Hindarkan mereka mempunyai inner child
negatif dari kita atau orang dewasa lain disekitarnya."
Mengena sekali kan statement tersebut sahabat? Iya, kita adalah hasil didikan dari orangtua kita dahulu, lalu bagaimanakah kita akan membangun anak-anak, khususnya segi emosi-nya. Bila belum punya gambaran, simak catatan-catatan penting dari Ibu Luluk berikut ini yuk,
Ibu Luluk membuka diskusi Kulwap dengan hal ini, para ahli
menyatakan bahwa kecerdasan emosi berkontribusi 80℅ dari kesuksesan seseorang. Apa itu
kecerdasan emosi atau biasa disingkat EQ? EQ adalah
kemampuan seseorang untuk menerima, menilai, mengelola, serta mengontrol emosi
dirinya dan orang lain di sekitarnya. Lalu, bagaimanakah
membangun anak untuk memiliki kecerdasan emosi yang tinggi dengan bahagia?
Beliau menjawab, di dalam
tubuh anak ada pusat koordinasi tubuh yang bertanggungjawab untuk mengambil
keputusan dan merespon dengan tepat masalah yang dihadapi. Bagian ini berada di
otak yang disebut dengan pre frontal lobe. Kemampuan
otak untuk me-'manage' attention, emotion, dan behaviour untuk kita
dapat mencapai tujuan. Melibatkan semua kemampuan sosial, emotional, dan
intelektual secara bersama-sama, disebut Executive Function. EQ turut mempengaruhi
oleh kemampuan ini. Kemampuan ini muncul di usia pra sekolah dan belum matang
sampai usia menjelang dewasa (hasil penelitian mengatakan usia 21 th-25 th)
yang disebut dengan kematangan mental.
"Membangun
anak memiliki EQ yang keren dan EF yang keren tidak terlepas dari orangtua
sebagai guru pertama dan utama anak. THE POWER OF
IMITATION. Apa itu? Anak-anak lebih membutuhkan MODEL dari pada ceramah."
Terkait dengan The Power Of Imitation tersebut, Bu Luluk menjelaskan ada 4 kebutuhan dasar yang membangun kesehatan, kematangan dan tanggungjawab sosial pada anak. Inilah dia,
|
Gambar: pixabay.com |
Nah, Membangun
Kecerdasan Emosi sangat berkaitan dengan Komunikasi dengan anak. Karena anak membutuhkan model bukan penceramah, maka Bu Luluk menyampaikan, anak usia dini belum aman diterapkan metode hukuman. "Kalau anak melakukan sesuatu yang
kita anggap salah, beri anak kesempatan belajar bahwa kesalahan itu bagian dari
belajar," ujar Bu Luluk.
Ia menambahkan, metode
hukuman mungkin efektif untuk sesaat. Namun anak tidak tahu bahwa apa yang
seharusnya dilakukan? Anak harus punya kesempatan dan kaya pengalaman bahwa
aturan itu adalah untuk melancarkan kegiatan.
Jika anak
melakukan kesalahan, maka yang diperlukan adalah saat itu juga kita luruskan
dan contohkan apa yang seharusnya dilakukan tanpa menyalahkannya apalagi
menghukum. Kita dapat
melakukan Konsekuensi Alami dan Konsekuensi Logis.
Konsekuensi
alami didasarkan pada kejadian alami tanpa campur tangan orang tua. Contoh:
lari --- jatuh.
Konsekuensi
Logis disusun oleh orang dewasa, hal yang secara logis terjadi secara alami dan
dialami oleh anak. Dia akan melihat konsekuensi perilaku dari pengalaman dan
belajar dari hal itu. Contoh:
Bicarakan
harapan, jika dilanggar, batalkan kegiatan (misal ke mini market sepakat
membeli roti, sampai di sana minta mainan, maka diajak pulang kembali).
Ibu Luluk pun mengatakan bila ingin Komunikasi
dengan anak akan lancar jika kita "still face".
THE POWER OF
STILL FACE. "Jika anak
emosi atau tantrum... ya janganlah ikut 'tantrum'," ujar beliau. Bu Luluk pun memberikan 6 kunci sukses dalam meningkatkan EQ seperti ini,
|
Gambar: pixabay.com |
Bagaimana sahabat, cukup jelas juga kan penjelasan dari Ibu Luluk tentang Membangun Cerdas Emosi Pada Anak dengan Bahagia? Jika dirasa masih kurang, maka saya akan berusaha melengkapi poin-poin penting dari Bu Luluk ini dari berbagai sumber lainnya, agar sahabat tambah yakin dan mantap bagaimana dalam membangun emosi pada anak ya. Jadi tetap ikutin terus blog Lithaetr ini ya.
Jadi teringat saya sendiri dibesarkan dengan arahan orang tua, sekolah mesti disini, kerja harus ini, memang saya tau tujuannya baik. Tapi malah menghambat kreativitas rasanya. Sekarang sudah punya anak saya nggak mau itu terjadi. Membebaskan pilihannya sambil dikontrol agar nggak keluar batas adalah janji saya. Berharap hal itu dapat mengasah kecerdasan emosinya.
ReplyDeleteSemangat ya Bunda... Yuk kita sama-sama belajar lagi demi anak-anak. Agar anak-anak bisa tumbuh lebih bahagia dibandingkan kita aamiin ☺
Delete