3 Bukti Islam Itu Agama yang Toleran (www.talitha-rahma.com) Assalamualaikum Sahabat Lithaetr, mari masuki dunia parenting, inspirasi,...

3 Bukti Islam Itu Agama yang Toleran

Toleransi Islam
3 Bukti Islam Itu Agama yang Toleran (www.talitha-rahma.com)
Assalamualaikum Sahabat Lithaetr, mari masuki dunia parenting, inspirasi, dan hiburan (musik, film, buku, dan drama Korea).

Setelah beberapa hari terakhir menulis tentang drama Korea (drakor), kali ini mau menulis yang serius akh. Mengapa tiba-tiba menulis tentang Islam itu agama yang toleran? Soalnya belakangan ini, jika ada orang yang menerapkan ajaran Islam secara menyeluruh itu menjadi orang yang tidak toleran atau intoleransi. Kemudian menurut sebuah survei yang diadakan oleh Kementerian Agama (Kemenag) RI terkait dengan Kerukunan Umat Beragama (KUB), di tahun 2019, Papua Barat menempati rangking paling atas (paling toleran). Disusul Nusa Tenggara Timur (NTT), Bali, Sulawesi Utara, Maluku, dan Papua. Adapun Aceh menempati rangking paling bawah (paling intoleran). Disusul Sumatera Barat, Jawa Barat, Banten, Riau, dan Nusa Tenggara Barat (NTB).

Penilaian tersebut diukur dari 3 indikator, yaitu: toleransi, kesetaraan, dan kerjasama di antara umat beragama. Dari hasil survei tersebut, mengapa propinsi yang penduduknya mayoritas muslim justru mendapatkan rangking terbawah? Hal itulah yang kemudian mengusik saya, benarkah Islam adalah agama intoleran? Mau tahu jawabannya? Baca terus di sini ya, sahabat.

Sebelum menjawab pertanyaan di atas, izinkan saya memaparkan beberapa hal terlebih dahulu. Diambil dari sumber Buletin Dakwah Kaffah (20/12/2019), toleransi tentu berbeda dengan sinkretisme. Apa sih sinkretisme itu? Sinkretisme adalah pencampuradukan keyakinan atau paham atau aliran keagamaan. Sinkretisme inilah yang terlarang dalam Islam. Contohnya: ikut-ikutan memakai simbol-simbol agama lain, ucapan lintas agama, doa lintas agama, dan lain-lain. Dalam Islam hal itu bukanlah sebuah toleransi.

Sayangnya, sinkretisme inilah yang dijadikan sebuah patokan untuk mengukur toleransi kehidupan beragama. Padahal pencampuradukan ajaran agama merupakan refleksi dari paham pluralisme, yang haram hukumnya dalam Islam. Keharaman pluralisme juga telah difatwakan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) tahun 2005. (sumber dari Buletin Dakwah Kaffah (20/12/2019)).

Rasulullah Saw. pun secara tegas tidak mau berkompromi dengan ‘toleransi’ yang kebablasan. Hal tersebut diceritakan dalam Al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi, 20/225, pada fase dakwah di Makkah, suatu ketika beberapa tokoh kafir Quraisy menemui Nabi Saw.. Mereka adalah Al-Walid bin Mughirah, Al-‘Ash bin Wail, Al-Aswad Ibnu al-Muthallib, dan Umayyah bin Khalaf. Mereka menawarkan ‘toleransi’ kepada beliau, “Muhammad, bagaimana jika kami beribadah kepada Tuhanmu dan kalian (kaum Muslim) juga beribadah kepada Tuhan kami. Kita bertoleransi dalam segala permasalahan agama kita. Jika ada sebagian ajaran agamamu yang lebih baik (menurut kami) dari tuntunan agama kami, maka kami akan amalkan hal itu. Sebaliknya, jika ada sebagian ajaran kami yang lebih baik dari tuntunan agamamu, engkau juga harus mengamalkannya.” Karena peristiwa itulah Allah berfirman dalam surah Al-Kafirun ayat 1-6. Surah itulah yang menjelaskan kalau Islam menolak keras tentang toleransi yang kebablasan.

Lalu bagaimana Islam dalam hal toleransi ini? Islam adalah agama yang menjunjung tinggi toleransi. Wujud toleransi agama Islam dapat dibuktikan dengan bukti-bukti berikut ini,

Pertama, Islam menjunjung tinggi keadilan bagi siapa saja

Islam melarang keras berbuat zalim serta merampas hak-hak rakyatnya, termasuk non-muslim. Allah berfirman dalam surah al-Mumtahanah ayat 8,

“Allah tidak melarang kalian untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangi kalian dalam urusan agama dan tidak pula mengusir kalian dari negeri kalian. Sungguh Allah menyukai kaum yang berlaku adil.”

Ibnu Jarir ath-Thabari rahimahulLah di dalam tafsirnya mengatakan bahwa bentuk berbuat baik dan adil di sini berlaku kepada setiap pemeluk agama.
Tentu sangat lekat dalam ingatan, kisah Rasulullah Saw. yang menyuapi pengemis buta di sudut pasar setiap harinya. Padahal pengemis itu adalah seorang Yahudi. Selain itu, Rasulullah Saw. juga pernah menjenguk orang Yahudi yang sedang sakit, padahal orang tersebut sering meludahi beliau.

Kedua, Islam mengajarkan untuk tetap bermuamalah dengan siapa saja

Dalam lintasan sejarah peradaban Islam, praktik toleransi ini demikian nyata dan hal ini berlangsung selama ribuan tahun sejak masa Rasulullah Muhammad Saw. sampai sepanjang masa Kekhalifahan Islam setelahnya. Salah satunya, Rasulullah Saw. tetap melakukan transaksi jual-beli dengan non-muslim.

Ketiga, Islam melarang keras membunuh siapa pun

Rasulullah Saw. bersabda, Siapa saja yang membunuh seorang kafir dzimmi tidak akan mencium bau surga. Padahal bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun. (HR an-Nasa’i).

Saat Rasulullah Muhammad Saw. memimpin Negara Islam di Madinah, dalam kemajemukan agamanya, beliau tetap bisa memimpin secara toleran dan cemerlang. Umat Islam, Nasrani, dan Yahudi hidup berdampingan satu sama lain. Meski hidup dalam naungan pemerintahan Islam, masyarakat non-muslim mendapatkan hak-hak yang sama dengan kaum muslim sebagai warga negara. Mereka memperoleh jaminan keamanan. Mereka juga bebas melakukan peribadatan sesuai keyakinan mereka masing-masing.

Para khalifah pengganti Rasulullah Saw. juga menunjukkan sikap toleransi yang sangat jelas. Saat Khalifah Umar bin al-Khattab ra. membebaskan Yerussalem Palestina, beliau menjamin warga Yerussalem tetap memeluk agamanya. Khalifah Umar tidak memaksa mereka memeluk Islam. Beliau pun tidak menghalangi mereka untuk beribadah sesuai dengan keyakinan mereka.

Sikap tenggang rasa juga terukir agung pada saat Muhammad al-Fatih sukses menaklukkan Konstantinopel. Beliau pun tidak memaksa kaum Kristiani memeluk agama Islam dan tidak ada satu pun penduduk non-muslim yang dianiaya.

Ini semua adalah fakta sejarah yang tidak mungkin terlupakan sampai kapan pun. Sudah banyak Intelektual Barat yang mengakui toleransi dan kerukunan umat beragama (KUB) sepanjang masa Kekhalifahan Islam itu luar biasa. Kisah manis tentang KUB ini direkam dalam buku karya Will Durant yang berjudul The Story of Civilization. Will Durant menggambarkan keharmonisan antara pemeluk Islam, Yahudi, dan Kristen di Spanyol di Era Khalifah Bani Umayyah. Mereka hidup aman, damai, dan bahagia bersama orang Islam di sana hingga abad ke 12 Masehi.


Nah, dari bukti-bukti tersebut masih yakin kalau Islam itu agama yang intoleran? Terima kasih buat sahabat yang telah berkenan membaca tulisan sederhana ini.

0 coment�rios:

Yuk, kita berdiskusi di sini ☺💕. Terima Kasih.

Karya Antologiku

My Community

Teman-Teman SehatiQ

Blog Archive