Bisnis
Penulis : Thalita
Rahma
Minggu, 29 April 2012 22:47 WIB"Saya melihat kondisi perburuhan saat ini untuk sektor informal yang masih sebesar 70% itu masih sangat menyedihkan jika dibandingkan dengan nasib buruh yang berada di sektor formal sebesar 30%," kata Sofjan.
Ia mengatakan yang harusnya diperjuangkan sekarang adalah nasib buruh yang masih berada di sektor informal ini. Perjuangan ini perlu dilakukan oleh pengusaha, pemerintah, dan serikat pekerja/buruh.
"Salah satu agar mengurangi jumlah buruh di sektor informal adalah dengan ditingkatkannya jumlah industri padat karya. Kita masih sangat membutuhkan industri padat karya. Agar dapat mengurangi pengangguran," ucap Sofjan.
Buruh sektor informal, Sofjan menjelaskan, adalah yang bekerja di usaha menengah kecil dan mikro, lalu pedagang kaki lima, dan buruh-buruh yang bekerja namun belum mempunyai gaji tetap, jaminan sosial, serta uang-uang kompensasi lainnya.
"Ini yang harusnya menjadi kriteria utama yang perlu diperjuangkan dan pemerintah perlu membangun infrastruktur agar mendorong pengusaha bisa investasi di industri padat karya," jelasnya.
Menurut Sofjan, banyak pengusaha yang tidak ingin masuk ke industri padat karya ini adalah karena masih mahalnya biaya produksi yang masih tinggi (high cost). High cost ini terjadi karena masih kurangnya infrastruktur dan suku bunga Indonesia yang relatif masih tinggi.
Lalu karena adanya Undang-undang (UU) No 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. "UU inilah salah satu penyebab pengusaha dan investor tidak mau lagi investasi di industri padat karya, seperti tekstil dan sepatu," tuturnya.
Ia meneruskan karena dengan adanya UU ini banyak investor padat karya yang lari dari Indonesia. "Mereka lebih memilih untuk membangun pabrik tekstil di Kamboja. Karena UU tersebut mempersulit mereka atau kalau tidak banyak pengusaha yang tadinya memakai tenaga kerja sekarang lebih banyak menggunakan mesin," imbuh Sofjan. (*/OL-2)
0 coment�rios:
Yuk, kita berdiskusi di sini ☺💕. Terima Kasih.